Seorang Raja, mempunyai anak tunggal yg pemberani, terampil dan pintar. Untuk menyempurnakan pengetahuannya, ia mengirimnya kepada seorang pertapa bijaksana.
"Berikanlah pencerahan padaku tentang Jalan Hidupku" Sang Pangeran meminta.
"Kata-kataku akan memudar laksana jejak kakimu di atas pasir", ujar Pertapa.
"Saya akan berikan petunjuk padamu, di Jalan Hidupmu engkau akan menemui 3 pintu. Bacalah kata-kata yang tertulis di setiap pintu dan ikuti kata hatimu."
Sekarang pergilah sang Pertapa menghilang dan Pangeran melanjutkan perjalanannya. Segera ia menemukan sebuah pintu besar yang di atasnya tertulis kata "UBAHLAH DUNIA"
"Ini memang yang kuinginkan" pikir sang Pangeran. "Karena di dunia ini ada hal-hal yang aku sukai dan ada pula hal-hal yang tak kusukai. Aku akan mengubahnya agar sesuai keinginanku"
Maka mulailah ia memulai pertarungannya yang pertama, yaitu mengubah dunia. Ambisi, cita-cita dan kekuatannya membantunya dalam usaha menaklukkan dunia agar sesuai hasratnya. Ia mendapatkan banyak kesenangan dalam usahanya tetapi
hatinya tidak merasa damai. Walau sebagian berhasil diubahnya tetapi sebagian
lainnya menentangnya.
Tahun demi tahun berlalu. Suatu hari, ia bertemu sang Pertapa kembali.
"Apa yang engkau pelajari dari Jalanmu ?" Tanya sang Pertapa
"Aku belajar bagaimana membedakan apa yang dapat klakukan dengan kekuatanku
dan apa yang di luar kemampuanku, apa yang tergantung padaku dan apa yang tidak
tergantung padaku" jawab Pangeran
"Bagus! Gunakan kekuatanmu sesuai kemampuanmu. Lupakan apa yang diluar
kekuatanmu, apa yang engkau tak sanggup mengubahnya" dan sang Pertapa menghilang.
Tak lama kemudian, sang Pangeran tiba di Pintu kedua yang bertuliskan "UBAHLAH
SESAMAMU"
"Ini memang keinginanku" pikirnya. "Orang-orang di sekitarku
adalah sumber kesenangan, kebahagiaan, tetapi mereka juga yang mendatangkan
derita, kepahitan dan frustrasi"
Dan kemudian ia mencoba mengubah semua orang yang tak disukainya. Ia mencoba
mengubah karakter mereka dan menghilangkan kelemahan mereka. Ini menjadi pertarungannya
yang kedua.
Tahun-tahun berlalu, kembali ia bertemu sang Pertapa.
"Apa yang engkau pelajari kali ini?"
"Saya belajar, bahwa mereka bukanlah sumber dari kegembiraan atau kedukaanku,
keberhasilan atau kegagalanku. Mereka hanya memberikan kesempatan agar hal-hal
tersebut dapat muncul. Sebenarnya di dalam dirikulah segala hal tersebut berakar"
"Engkau benar" Kata sang Pertapa. "Apa yang mereka bangkitkan
dari dirimu, sebenarnya mereka mengenalkan engkau pada dirimu sendiri.
Bersyukurlah pada mereka yang telah membuatmu senang & bahagia dan bersyukur
pula pada mereka yang menyebabkan derita dan frustrasi.
Karena melalui mereka lah, Kehidupan mengajarkanmu apa yang perlu engkau kuasai
dan jalan apa yang harus kau tempuh"
Kembali sang Pertapa menghilang.
Kini Pangeran sampai ke pintu ketiga "UBAHLAH DIRIMU"
"Jika memang diriku sendiri lah sumber dari segala problemku, memang disanalah
aku harus mengubahnya". Ia berkata pada dirinya sendiri.
Dan ia memulai pertarungannya yang ketiga. Ia mencoba mengubah karakternya
sendiri, melawan ketidak sempurnaannya, menghilangkan kelemahannya, mengubah
segala hal yg tak ia sukai dari dirinya, yang tak sesuai dengan gambaran ideal.
Setelah beberapa tahun berusaha, dimana sebagian ia berhasil dan sebagian lagi
gagal dan ada hambatan, Pangeran bertemu sang Pertapa kembali.
"Kini apa yang engkau pelajari ?"
"Aku belajar bahwa ada hal-hal di dalam diriku yang bisa ditingkatkan
dan ada yang tidak bisa saya ubah"
"Itu bagus" ujar sang pertapa. "Ya" lanjut Pangeran, "tapi
saya mulai lelah untuk bertarung melawan dunia, melawan setiap orang dan melawan
diri sendiri. Tidakkah ada akhir dari semuai ini ? Kapan saya bisa tenang ?
Saya ingin berhenti bertarung, ingin menyerah, ingin meninggalkan semua ini
!"
"Itu adalah pelajaranmu berikutnya" ujar Pertapa. Tapi sebelum itu,
balikkan punggungmu dan lihatlah Jalan yang telah engkau tempuh". Dan ia
pun menghilang.
Ketika melihat ke belakang, ia memandang Pintu Ketiga dari kejauhan dan melihat
adanya tulisan di bagian belakangnya yang berbunyi "TERIMALAH DIRIMU".
Pangeran terkejut karena tidak melihat tulisan ini ketika melalui pintu tsb.
"Ketika seorang mulai bertarung, maka ia mulai menjadi buta" katanya
pada dirinya sendiri.
Ia juga melihat, bertebaran di atas tanah, semua yang ia campakkan, kekurangannya,
bayangannya, ketakutannya. Ia mulai menyadari bagaimana mengenali mereka, menerimanya
dan mencintainya apa adanya.
Ia belajar mencintai dirinya sendiri dan tidak lagi membandingkan dirinya dengan
orang lain, tanpa mengadili, tanpa mencerca dirinya sendiri.
Ia bertemu sang Pertapa, dan berkata "Aku belajar, bahwa membenci dan
menolak sebagian dari diriku sendiri sama saja dengan mengutuk untuk tidak pernah
berdamai dengan diri sendiri. Aku belajar untuk menerima diriku seutuhnya, secara
total dan tanpa syarat."
"Bagus, itu adalah Pintu Pertama Kebijaksanaan" , ujar Pertapa. "Sekarang
engkau boleh kembali ke Pintu Kedua"
Segera ia mencapai Pintu Kedua, yang tertulis di sisi belakangnya "TERIMALAH
SESAMAMU"
Ia bisa melihat orang-orang di sekitarnya, mereka yang ia suka dan cintai,
serta mereka yang ia benci. Mereka yang mendukungnya, juga mereka yang melawannya.
Tetapi yang mengherankannya, ia tidak lagi bisa melihat ketidaksempurnaan mereka,
kekurangan mereka. Apa yang sebelumnya membuat ia malu dan berusaha mengubahnya.
Ia bertemu sang Pertapa kembali, "Aku belajar" ujarnya "Bahwa
dengan berdamai dengan diriku, aku tak punya sesuatupun untuk dipersalahkan
pada orang lain, tak sesuatupun yg perlu ditakutkan dari merela. Aku belajar
untuk menerima dan mencintai mereka, apa adanya.
"Itu adalah Pintu Kedua Kebijaksanaan" ujar sang Pertapa,
"Sekarang pergilah ke Pintu Pertama"
Dan di belakang Pintu Pertama, ia melihat tulisan "TERIMALAH DUNIA"
"Sungguh aneh" ujarnya pada dirinya sendiri "Mengapa saya tidak
melihatnya sebelumnya". Ia melihat sekitarnya dan mengenali dunia yang
sebelumnya berusaha ia taklukan dan ia ubah.
Sekarang ia terpesona dengan betapa cerah dan indahnya dunia. Dengan kesempurnaannya.
Tetapi, ini adalah dunia yang sama, apakah memang dunia yang berubah atau cara
pandangnya?
Kembali ia bertemu dengan sang Pertapa : "Apa yang engkau pelajari sekarang
?"
"Aku belajar bahwa dunia sebenarnya adalah cermin dari jiwaku. Bahwa Jiwaku
tidak melihat dunia melainkan melihat dirinya sendiri di dalam dunia. Ketika
jiwaku senang, maka dunia pun menjadi tempat yang menyenangkan. Ketika jiwaku
muram, maka dunia pun kelihatannya muram.
Dunia sendiri tidaklah menyenangkan atau muram. Ia ADA, itu saja.
Bukanlah dunia yang membuatku terganggu, melainkan ide yang aku lihat mengenainya.
Aku belajar untuk menerimanya tanpa menghakimi, menerima seutuhnya, tanpa syarat.
"Itu Pintu Ketiga Kebijaksanaan" ujar sang Pertapa. "Sekarang
engkau berdamai dengan dirimu, sesamamu dan dunia" Sang pertapa pun menghilang.
Sang pangeran merasakan aliran yang menyejukkan dari kedamaian, ketentraman,
yang berlimpah merasuki dirinya. Ia merasa hening dan damai.
... baca selengkapnya di Cerita Motivasi dan Inspirasi Nomor 1
No
|
Nama BO
|
Min. Investasi
|
Profit
| ||
1
|
275.000,-
|
50rb
| |||
2
|
100.000,-
|
10/hari
| |||
3
|
100.000,-
|
20rb/mbr
| |||
4
|
10rb,-
|
50rb
| |||
5
|
275.000,-
|
50rb/mbr
| |||
6
|
Gratis,-
|
100rb/mbr
| |||
7
|
0,-
|
50
| |||
8
|
10.000,-
|
100-5rb/hr
| |||
Rabu, 12 Maret 2014
Senin, 03 Maret 2014
NASIB SEEKOR BURUNG
Sambil menggenggam seekor burung kecil dalam kepakan tangannya, seorang anak datang menghadap seorang kakek. Kakek ini amat terkenal tidak hanya di daerahnya, tetapi bahkan pula di seluruh pelosok negri. Ia tidak hanya dikenal sebagai seorang yang baik dan cerdas, namun lebih dari itu ia dipandang sebagai seorang yang amat bijaksana. Setiap kali berhadapan dengan persoalan yang paling rumit sekalipun, ia pasti akan mampu keluar dengan ide-ide yang cemerlang.
Anak kecil itu berdiri di hadapan kakek tua dan secara saksama memperhatikannya. Dalam hatinya ia berpikir bahwa saat ini akan berakhirlah reputasi bapak tua itu sebagai seorang bijak, karena ia amat yakin bahwa si kakek itu tak akan mampu memberikan jawaban yang memuaskan. Setelah cukup lama memperhatikan kakek itu, dan sambil mengangkat tangannya yang tergenggam, anak itu mengajukan sebuah pertanyaan;
“Kakek yang bijaksana; katakanlah kepadaku, apakah burung kecil yang ada dalam genggaman tanganku ini masih hidup atau telah mati?? Anak itu berpikir, kalau dijawab sudah mati, maka ia akan
melepaskan burung yang masih hidup dalam genggaman tangannya itu
terbang. Sebaliknya, bila dijawab masih hidup maka ia akan meremuk keras
burung tersebut hingga mati. Dengan itu pak tua tersebut akan
kehilangan nama baiknya.
Anak itu semakin tidak sabar menanti, karena kakek tua tersebut tidak segera memberikan jawabannya. Setelah agak lama berpikir, kakek tua itu berkata;
?Secara jujur harus aku katakan bahwa aku tak tahu apakah burung kecil dalam genggamanmu itu masih hidup atau telah mati. Namun aku tahu satu hal, yakni bahwa nasib burung itu berada dalam genggaman tanganmu.?
Hidupkupun bagaikan nasib burung kecil itu, karena Tuhan menghargai kebebasanku untuk menentukan arah dan nasib hidupku sendiri.
... baca selengkapnya di Cerita Motivasi dan Inspirasi Nomor 1
Anak itu semakin tidak sabar menanti, karena kakek tua tersebut tidak segera memberikan jawabannya. Setelah agak lama berpikir, kakek tua itu berkata;
?Secara jujur harus aku katakan bahwa aku tak tahu apakah burung kecil dalam genggamanmu itu masih hidup atau telah mati. Namun aku tahu satu hal, yakni bahwa nasib burung itu berada dalam genggaman tanganmu.?
Hidupkupun bagaikan nasib burung kecil itu, karena Tuhan menghargai kebebasanku untuk menentukan arah dan nasib hidupku sendiri.
... baca selengkapnya di Cerita Motivasi dan Inspirasi Nomor 1
Minggu, 02 Maret 2014
AKU PERNAH DATANG DAN AKU SANGAT PATUH
Kisah tentang seorang gadis kecil yang cantik yang memiliki sepasang bola mata yang indah dan hati yang lugu dan polos. Dia adalah seorang yatim piatu dan hanya sempat hidup di dunia ini selama delapan tahun. Satu kata terakhir yang ia tinggalkan adalah aku pernah datang dan aku sangat penurut. Anak ini rela melepaskan pengobatan, padahal sebelumnya dia telah memiliki dana pengobatan sebanyak 540.000 dolar yang didapat dari perkumpulan orang Chinese seluruh dunia. Dan membagi dana tersebut menjadi tujuh bagian, yang dibagikan kepada tujuh anak kecil yang juga sedang berjuang menghadapi kematian. Dan dia rela melepaskan pengobatannya.
Begitu lahir dia sudah tidak mengetahui siapa orang tua kandungnya. Dia hanya memiliki seorang papa yang mengadopsinya. Papanya berumur 30 tahun yang bertempat tinggal di provinsi She Cuan kecamatan Suang Liu, kota Sang Xin Zhen Yun Ya Chun Er Cu. Karena miskin, maka selama ini ia tidak menemukan pasangan hidupnya. Kalau masih harus mengadopsi anak kecil ini, mungkin tidak ada lagi orang yang mau dilamar olehnya. Pada
tanggal 30 November 1996, tgl 20 bln 10 imlek, adalah saat di mana
papanya menemukan anak kecil tersebut di atas hamparan rumput. Di
sanalah papanya menemukan seorang bayi kecil yang sedang kedinginan.
Pada saat menemukan anak ini, di dadanya terdapat selembar kartu kecil
tertulis, 20 November jam 12.
Melihat anak kecil ini menangis dengan suara tangisannya sudah mulai melemah. Papanya berpikir kalau tidak ada orang yang memperhatikannya, maka kapan saja bayi ini bisa meninggal. Dengan berat hati papanya memeluk bayi tersebut, dengan menghela nafas dan berkata, "saya makan apa, maka kamu juga ikut apa yang saya makan". Kemudian papanya memberikan dia nama Yu Yuan.
Ini adalah kisah seorang pemuda yang belum menikah yang membesarkan seorang anak, tidak ada ASI dan juga tidak mampu membeli susu bubuk, hanya mampu memberi makan bayi tersebut dengan air tajin (air beras). Maka dari kecil, anak ini tumbuh menjadi lemah dan sakit-sakitan. Tetapi anak ini sangat penurut dan sangat patuh. Musim silih berganti, Yu Yuan pun tumbuh dan bertambah besar serta memiliki kepintaran yang luar biasa. Para tetangga sering memuji Yu Yuan sangat pintar, walaupun dari kecil sering sakit-sakitan dan mereka sangat menyukai Yu Yuan. Di tengah ketakutan dan kecemasan papanya, Yu Yuan pelan-pelan tumbuh dewasa.
Yu Yuan yang hidup dalam kesusahan memang luar biasa, mulai dari umur lima tahun, dia sudah membantu papa mengerjakan pekerjaan rumah. Mencuci baju, memasak nasi dan memotong rumput. Setiap hal dia kerjakan dengan baik. Dia sadar dia berbeda dengan anak-anak lain. Anak-anak lain memiliki sepasang orang tua, sedangkan dia hanya memiliki seorang papa. Keluarga ini hanya mengandalkan dia dan papa yang saling menopang. Dia harus menjadi seorang anak yang penurut dan tidak boleh membuat papa menjadi sedih dan marah.
Pada saat dia masuk sekolah dasar, dia sendiri sudah sangat mengerti, harus giat belajar dan menjadi juara di sekolah. Inilah yang bisa membuat papanya yang tidak berpendidikan menjadi bangga di desanya. Dia tidak pernah mengecewakan papanya, dia pun bernyanyi untuk papanya. Setiap hal yang lucu yang terjadi di sekolahnya diceritakan kepada papanya. Kadang-kadang dia bisa nakal dengan mengeluarkan soal-soal yang susah untuk menguji papanya.
Setiap kali melihat senyuman papanya, dia merasa puas dan bahagia. Walaupun tidak seperti anak-anak lain yang memiliki mama, tetapi bisa hidup bahagia dengan papa, ia sudah sangat berbahagia.
Mulai dari bulan Mei 2005 Yu Yuan mulai mengalami mimisan. Pada suatu pagi, saat Yu Yuan sedang mencuci muka, ia menyadari bahwa air cuci mukanya sudah penuh dengan darah yang ternyata berasal dari hidungnya. Dengan berbagai cara, tidak bisa menghentikan pendarahan tersebut sehingga papanya membawa Yu Yuan ke puskesmas desa untuk disuntik. Tetapi sayangnya dari bekas suntikan itu juga mengerluarkan darah dan tidak mau berhenti. Di pahanya mulai bermunculan bintik-bintik merah. Dokter tersebut menyarankan papanya untuk membawa Yu Yuan ke rumah sakit untuk diperiksa.
Begitu tiba di rumah sakit, Yu Yuan tidak mendapatkan nomor karena antrian sudah panjang. Yu Yuan hanya bisa duduk sendiri di kursi yang panjang untuk menutupi hidungnya. Darah yang keluar dari hidungnya bagaikan air yang terus mengalir dan memerahi lantai. Karena papanya merasa tidak enak, kemudian mengambil sebuah baskom kecil untuk menampung darah yang keluar dari hidung Yu Yuan. Tidak sampai sepuluh menit, baskom yang kecil tersebut sudah penuh berisi darah yang keluar dari hidung Yu Yuan.
Dokter yang melihat keadaaan ini cepat-cepat membawa Yu Yuan untuk diperiksa. Setelah diperiksa, dokter menyatakan bahwa Yu Yuan terkena Leukimia ganas. Pengobatan penyakit tersebut sangat mahal yang memerlukan biaya sebesar $ 300.000. Papanya mulai cemas melihat anaknya yang terbaring lemah di ranjang. Papanya hanya memiliki satu niat yaitu menyelamatkan anaknya. Dengan berbagai cara meminjam uang
ke sanak saudara dan teman dan ternyata, uang yang terkumpul sangatlah sedikit. Papanya akhirnya mengambil keputusan untuk menjual rumahnya yang merupakan harta satu-satunya. Tapi karena rumahnya terlalu kumuh, dalam waktu yang singkat tidak bisa menemukan seorang pembeli.
Melihat mata papanya yang sedih dan pipi yang kian hari kian kurus. Dalam hati Yu Yuan merasa sedih. Pada suatu hari Yu Yuan menarik tangan papanya, air mata pun mengalir di kala kata-kata belum sempat terlontar. "Papa saya ingin mati". Papanya dengan pandangan yang kaget melihat Yu Yuan, "Kamu baru berumur 8 tahun, kenapa mau mati". "Saya adalah anak yang dipungut, semua orang berkata nyawa saya tak berharga, tidaklah cocok dengan penyakit ini, biarlah saya keluar dari rumah sakit ini."
Pada tanggal 18 Juni, Yu Yuan mewakili papanya yang tidak mengenal huruf, menandatangani surat keterangan pelepasan perawatan. Anak yang berumur delapan tahun itu pun mengatur segala sesuatu yang berhubungan dengan pemakamannya sendiri. Hari itu juga setelah pulang ke rumah, Yu Yuan yang sejak kecil tidak pernah memiliki permintaan, hari itu meminta dua permohonan kepada papanya. Dia ingin memakai baju baru dan berfoto. Yu Yuan berkata kepada papanya: "Setelah saya tidak ada, kalau papa merindukan saya, lihatlah foto ini".
Hari kedua, papanya menyuruh bibi menemani Yu Yuan pergi ke kota dan membeli baju baru. Yu Yuan sendirilah yang memilih baju yang dibelinya. Bibinya memilihkan satu rok yang berwarna putih dengan corak bintik-bintik merah. Begitu mencoba dan tidak rela melepaskannya. Kemudian mereka bertiga tiba di sebuah studio foto. Yu Yuan
kemudia memakai baju barunya dengan pose secantik mungkin berjuang untuk tersenyum. Bagaimanapun ia berusaha tersenyum, pada akhirnya juga tidak bisa menahan air matanya yang mengalir keluar. Kalau bukan karena seorang wartawan Chuan Yuan yang bekerja di surat kabar Cheng Du Wan Bao, Yu Yuan akan seperti selembar daun yang lepas dari pohon dan hilang ditiup angin.
Setelah mengetahui keadaan Yu Yuan dari rumah sakit, Chuan Yuan kemudian menuliskan sebuah laporan, menceritakan kisah Yu Yuan secara detail. Cerita tentang anak yg berumur 8 tahun mengatur pemakamannya sendiri dan akhirnya menyebar ke seluruh kota Rong Cheng. Banyak orang-orang yang tergugah oleh seorang anak kecil yang sakit ini, dari ibu kota sampai satu negara bahkan sampai ke seluruh dunia. Mereka mengirim email ke seluruh dunia untuk menggalang dana bagi anak ini. Dunia yang damai ini menjadi suara panggilan yang sangat kuat bagi setiap orang.
Hanya dalam waktu sepuluh hari, dari perkumpulan orang Chinese di dunia saja telah mengumpulkan 560.000 dollar. Biaya operasi pun telah tercukupi. Titik kehidupan Yu Yuan sekali lagi dihidupkan oleh cinta kasih semua orang.
Setelah itu, pengumuman penggalangan dana dihentikan tetapi dana terus mengalir dari seluruh dunia. Dana pun telah tersedia dan para dokter sudah ada untuk mengobati Yu Yuan. Satu demi satu gerbang kesulitan pengobatan juga telah dilewati. Semua orang menunggu hari suksesnya Yu Yuan.
Ada seorang teman di e-mail bahkan menulis: "Yu Yuan anakku yang tercinta, saya mengharapkan kesembuhanmu dan keluar dari rumah sakit. Saya mendoakanmu cepat kembali ke sekolah. Saya mendambakanmu bisa tumbuh besar dan sehat. Yu Yuan anakku tercinta."
Pada tanggal 21 Juni, Yu Yuan yang telah melepaskan pengobatan dan menunggu kematian akhirnya dibawa kembali ke ibu kota. Dana yang sudah terkumpul, membuat jiwa yang lemah ini memiliki harapan dan alasan untuk terus bertahan hidup. Yu Yuan akhirnya menerima pengobatan dan dia sangat menderita di dalam sebuah pintu kaca tempat dia berobat. Yu Yuan kemudian berbaring di ranjang untuk diinfus. Ketegaran anak kecil ini membuat semua orang kagum padanya. Dokter yang menangani dia, Shii Min berkata, dalam perjalanan proses terapi akan mendatangkan mual yang sangat hebat. Pada permulaan terapi, Yu Yuan sering sekali muntah. Tetapi Yu Yuan tidak pernah mengeluh. Pada saat pertama kali melakukan pemeriksaan sumsum tulang belakang, jarum suntik ditusukkan dari depan dadanya, tetapi Yu Yuan tidak menangis dan juga tidak berteriak, bahkan tidak meneteskan air mata. Yu Yuan yang dari lahir sampai maut menjemput tidak pernah mendapat kasih sayang seorang ibu. Pada saat dokter Shii Min menawarkan Yu Yuan untuk menjadi anak perermpuannya, air mata Yu Yuan pun mengalir tak terbendung.
Hari kedua saat dokter Shii Min datang, Yu Yuan dengan malu-malu memanggil dengan sebutan Shii Mama. Pertama kalinya mendengar suara itu, Shii Min kaget, dan kemudian dengan tersenyum dan menjawab, "Anak yang baik". Semua orang mendambakan sebuah keajaiban dan menunggu momen di mana Yu Yuan hidup dan sembuh kembali. Banyak masyarakat datang untuk menjenguk Yu Yuan dan banyak orang menanyakan kabar Yu Yuan dari email. Selama dua bulan Yu Yuan melakukan terapi dan telah berjuang menerobos sembilan pintu maut. Pernah mengalami pendarahan di pencernaan dan selalu selamat dari bencana. Sampai akhirnya darah putih dari tubuh Yu Yuan sudah bisa terkontrol. Semua orang-orang pun menunggu kabar baik dari kesembuhan Yu Yuan.
Tetapi efek samping yang dikeluarkan oleh obat-obat terapi sangatlah menakutkan, apalagi dibandingkan dengan anak-anak leukemia yang lain. Fisik Yu Yuan jauh sangat lemah. Setelah melewati operasi tersebut, fisik Yu Yuan semakin lemah.
Pada tanggal 20 Agustus, Yu Yuan bertanya kepada wartawan Fu Yuan: "Tante, kenapa mereka mau menyumbang dana untuk saya? Tanya Yu Yuan kepada wartawan tersebut. Wartawan tersebut menjawab, "karena mereka semua adalah orang yang baik hati". Yu Yuan kemudia berkata : "Tante, saya juga mau menjadi orang yang baik hati". Wartawan itupun menjawab, "Kamu memang orang yang baik. Orang baik harus saling membantu agar bisa berubah menjadi semakin baik". Yu Yuan dari bawah bantal tidurnya mengambil sebuah buku, dan diberikan kepada ke Fu Yuan. "Tante, ini adalah surat wasiat saya."
Fu Yuan kaget, sekali membuka dan melihat surat tersebut, ternyata Yu Yuan telah mengatur tentang pengaturan pemakamannya sendiri. Ini adalah seorang anak yang berumur delapan tahun yang sedang menghadapi sebuah kematian dan di atas ranjang menulis tiga halaman surat wasiat dan dibagi menjadi enam bagian, dengan pembukaan, tante Fu Yuan, dan diakhiri dengan selamat tinggal tante Fu Yuan.
Dalam satu artikel itu, nama Fu Yuan muncul tujuh kali dan masih ada sembilan sebutan singkat tante wartawan. Di belakang ada enam belas sebutan dan ini adalah kata setelah Yu Yuan meninggal. Tolong,....... Dan dia juga ingin menyatakan terima kasih serta selamat tinggal kepada orang- orang yang selama ini telah memperhatikan dia lewat surat kabar. "Sampai jumpa tante, kita berjumpa lagi dalam mimpi. Tolong jaga papa saya. Dan sedikit dari dana pengobatan ini bisa dibagikan kepada sekolah saya. Dan katakan ini juga pada pemimpin palang merah, setelah saya meninggal, biaya pengobatan itu dibagikan kepada orang-orang yang sakit seperti saya. Biar mereka lekas sembuh". Surat wasiat ini membuat Fu Yuan tidak bisa menahan tangis yang membasahi pipinya.
Aku pernah datang dan aku sangat patuh, demikianlah kata-kata yang keluar dari bibir Yu Yuan. Pada tanggal 22 Agustus, karena pendarahan di pencernaan hampir satu bulan, Yu Yuan tidak bisa makan dan hanya bisa mengandalkan infus untuk bertahan hidup. Mula-mulanya berusaha mencuri makan, Yu Yuan mengambil mie instant dan memakannya. Hal ini membuat pendarahan di pencernaan Yu Yuan semakin parah. Dokter dan perawat pun secepatnya memberikan pertolongan darurat dan memberi infus dan transfer darah setelah melihat pendarahan Yu Yuan yang sangat hebat. Dokter dan para perawat pun ikut menangis. Semua orang ingin membantu meringankan penderitaannya, tetapi tetap tidak bisa membantunya. Yu Yuan yang telah menderita karena penyakit tersebut akhirnya meninggal dengan tenang. Semua orang tidak bisa menerima kenyataan ini melihat malaikat kecil yang cantik yang suci bagaikan air sungguh telah pergi ke dunia lain.
Di kecamatan She Chuan, sebuah email pun dipenuhi tangisan menghantar kepergian Yu Yuan. Banyak yang mengirimkan ucapan turut berduka cita dengan karangan bunga yang ditumupuk setinggi gunung. Ada seorang pemuda berkata dengan pelan "Anak kecil, kamu sebenarnya adalah malaikat kecil di atas langit, kepakkanlah kedua sayapmu. Terbanglah..............." demikian kata-kata dari seorang pemuda tersebut.
Pada tanggal 26 Agustus, pemakaman Yu Yuan dilaksanakan saat hujan gerimis. Di depan rumah duka, banyak orang-orang berdiri dan menangis mengantar kepergian Yu Yuan. Mereka adalah papa mama Yu Yuan yang tidak dikenal oleh Yu Yuan semasa hidupnya. Demi Yu Yuan yang menderita karena leukemia dan melepaskan pengobatan demi orang lain, maka datanglah papa mama dari berbagai daerah yang diam-diam mengantarkan
kepergian Yu Yuan.
Di depan kuburannya terdapat selembar foto Yu Yuan yang sedang tertawa. Di atas batu nisannya tertulis, "Aku pernah datang dan aku sangat patuh" (30 Nov 1996 - 22 Agustus 2005). Dan di belakangnya terukir perjalanan singkat riwayat hidup Yu Yuan. Dua kalimat terakhir adalah di saat dia masih hidup telah menerima kehangatan dari dunia. Beristirahatlah gadis kecilku, nirwana akan menjadi lebih ceria dengan adanya dirimu.
Sesuai pesan dari Yu Yuan, sisa dana 540.000 dolar tersebut disumbangkan kepada anak-anak penderita luekimia lainnya. Tujuh anak yang menerima bantuan dana Yu Yuan itu adalah : Shii Li, Huang Zhi Qiang, Liu Ling Lu, Zhang Yu Jie, Gao Jian, Wang Jie. Tujuh anak kecil yang kasihan ini semua berasal dari keluarga tidak mampu. Mereka adalah anak-anak miskin yang berjuang melawan kematian.
Pada tanggal 24 September, anak pertama yang menerima bantuan dari Yu Yuan di rumah sakit Hua Xi berhasil melakukan operasi. Senyuman yang mengambang pun terlukis diraut wajah anak tersebut. "Saya telah menerima bantuan dari kehidupan Anda, terima kasih adik Yu Yuan kamu pasti sedang melihat kami di atas sana. Jangan risau, kelak di batu nisan, kami juga akan mengukirnya dengan kata-kata "Aku pernah datang dan aku sangat patuh".
... baca selengkapnya di Cerita Motivasi dan Inspirasi Nomor 1
Melihat anak kecil ini menangis dengan suara tangisannya sudah mulai melemah. Papanya berpikir kalau tidak ada orang yang memperhatikannya, maka kapan saja bayi ini bisa meninggal. Dengan berat hati papanya memeluk bayi tersebut, dengan menghela nafas dan berkata, "saya makan apa, maka kamu juga ikut apa yang saya makan". Kemudian papanya memberikan dia nama Yu Yuan.
Ini adalah kisah seorang pemuda yang belum menikah yang membesarkan seorang anak, tidak ada ASI dan juga tidak mampu membeli susu bubuk, hanya mampu memberi makan bayi tersebut dengan air tajin (air beras). Maka dari kecil, anak ini tumbuh menjadi lemah dan sakit-sakitan. Tetapi anak ini sangat penurut dan sangat patuh. Musim silih berganti, Yu Yuan pun tumbuh dan bertambah besar serta memiliki kepintaran yang luar biasa. Para tetangga sering memuji Yu Yuan sangat pintar, walaupun dari kecil sering sakit-sakitan dan mereka sangat menyukai Yu Yuan. Di tengah ketakutan dan kecemasan papanya, Yu Yuan pelan-pelan tumbuh dewasa.
Yu Yuan yang hidup dalam kesusahan memang luar biasa, mulai dari umur lima tahun, dia sudah membantu papa mengerjakan pekerjaan rumah. Mencuci baju, memasak nasi dan memotong rumput. Setiap hal dia kerjakan dengan baik. Dia sadar dia berbeda dengan anak-anak lain. Anak-anak lain memiliki sepasang orang tua, sedangkan dia hanya memiliki seorang papa. Keluarga ini hanya mengandalkan dia dan papa yang saling menopang. Dia harus menjadi seorang anak yang penurut dan tidak boleh membuat papa menjadi sedih dan marah.
Pada saat dia masuk sekolah dasar, dia sendiri sudah sangat mengerti, harus giat belajar dan menjadi juara di sekolah. Inilah yang bisa membuat papanya yang tidak berpendidikan menjadi bangga di desanya. Dia tidak pernah mengecewakan papanya, dia pun bernyanyi untuk papanya. Setiap hal yang lucu yang terjadi di sekolahnya diceritakan kepada papanya. Kadang-kadang dia bisa nakal dengan mengeluarkan soal-soal yang susah untuk menguji papanya.
Setiap kali melihat senyuman papanya, dia merasa puas dan bahagia. Walaupun tidak seperti anak-anak lain yang memiliki mama, tetapi bisa hidup bahagia dengan papa, ia sudah sangat berbahagia.
Mulai dari bulan Mei 2005 Yu Yuan mulai mengalami mimisan. Pada suatu pagi, saat Yu Yuan sedang mencuci muka, ia menyadari bahwa air cuci mukanya sudah penuh dengan darah yang ternyata berasal dari hidungnya. Dengan berbagai cara, tidak bisa menghentikan pendarahan tersebut sehingga papanya membawa Yu Yuan ke puskesmas desa untuk disuntik. Tetapi sayangnya dari bekas suntikan itu juga mengerluarkan darah dan tidak mau berhenti. Di pahanya mulai bermunculan bintik-bintik merah. Dokter tersebut menyarankan papanya untuk membawa Yu Yuan ke rumah sakit untuk diperiksa.
Begitu tiba di rumah sakit, Yu Yuan tidak mendapatkan nomor karena antrian sudah panjang. Yu Yuan hanya bisa duduk sendiri di kursi yang panjang untuk menutupi hidungnya. Darah yang keluar dari hidungnya bagaikan air yang terus mengalir dan memerahi lantai. Karena papanya merasa tidak enak, kemudian mengambil sebuah baskom kecil untuk menampung darah yang keluar dari hidung Yu Yuan. Tidak sampai sepuluh menit, baskom yang kecil tersebut sudah penuh berisi darah yang keluar dari hidung Yu Yuan.
Dokter yang melihat keadaaan ini cepat-cepat membawa Yu Yuan untuk diperiksa. Setelah diperiksa, dokter menyatakan bahwa Yu Yuan terkena Leukimia ganas. Pengobatan penyakit tersebut sangat mahal yang memerlukan biaya sebesar $ 300.000. Papanya mulai cemas melihat anaknya yang terbaring lemah di ranjang. Papanya hanya memiliki satu niat yaitu menyelamatkan anaknya. Dengan berbagai cara meminjam uang
ke sanak saudara dan teman dan ternyata, uang yang terkumpul sangatlah sedikit. Papanya akhirnya mengambil keputusan untuk menjual rumahnya yang merupakan harta satu-satunya. Tapi karena rumahnya terlalu kumuh, dalam waktu yang singkat tidak bisa menemukan seorang pembeli.
Melihat mata papanya yang sedih dan pipi yang kian hari kian kurus. Dalam hati Yu Yuan merasa sedih. Pada suatu hari Yu Yuan menarik tangan papanya, air mata pun mengalir di kala kata-kata belum sempat terlontar. "Papa saya ingin mati". Papanya dengan pandangan yang kaget melihat Yu Yuan, "Kamu baru berumur 8 tahun, kenapa mau mati". "Saya adalah anak yang dipungut, semua orang berkata nyawa saya tak berharga, tidaklah cocok dengan penyakit ini, biarlah saya keluar dari rumah sakit ini."
Pada tanggal 18 Juni, Yu Yuan mewakili papanya yang tidak mengenal huruf, menandatangani surat keterangan pelepasan perawatan. Anak yang berumur delapan tahun itu pun mengatur segala sesuatu yang berhubungan dengan pemakamannya sendiri. Hari itu juga setelah pulang ke rumah, Yu Yuan yang sejak kecil tidak pernah memiliki permintaan, hari itu meminta dua permohonan kepada papanya. Dia ingin memakai baju baru dan berfoto. Yu Yuan berkata kepada papanya: "Setelah saya tidak ada, kalau papa merindukan saya, lihatlah foto ini".
Hari kedua, papanya menyuruh bibi menemani Yu Yuan pergi ke kota dan membeli baju baru. Yu Yuan sendirilah yang memilih baju yang dibelinya. Bibinya memilihkan satu rok yang berwarna putih dengan corak bintik-bintik merah. Begitu mencoba dan tidak rela melepaskannya. Kemudian mereka bertiga tiba di sebuah studio foto. Yu Yuan
kemudia memakai baju barunya dengan pose secantik mungkin berjuang untuk tersenyum. Bagaimanapun ia berusaha tersenyum, pada akhirnya juga tidak bisa menahan air matanya yang mengalir keluar. Kalau bukan karena seorang wartawan Chuan Yuan yang bekerja di surat kabar Cheng Du Wan Bao, Yu Yuan akan seperti selembar daun yang lepas dari pohon dan hilang ditiup angin.
Setelah mengetahui keadaan Yu Yuan dari rumah sakit, Chuan Yuan kemudian menuliskan sebuah laporan, menceritakan kisah Yu Yuan secara detail. Cerita tentang anak yg berumur 8 tahun mengatur pemakamannya sendiri dan akhirnya menyebar ke seluruh kota Rong Cheng. Banyak orang-orang yang tergugah oleh seorang anak kecil yang sakit ini, dari ibu kota sampai satu negara bahkan sampai ke seluruh dunia. Mereka mengirim email ke seluruh dunia untuk menggalang dana bagi anak ini. Dunia yang damai ini menjadi suara panggilan yang sangat kuat bagi setiap orang.
Hanya dalam waktu sepuluh hari, dari perkumpulan orang Chinese di dunia saja telah mengumpulkan 560.000 dollar. Biaya operasi pun telah tercukupi. Titik kehidupan Yu Yuan sekali lagi dihidupkan oleh cinta kasih semua orang.
Setelah itu, pengumuman penggalangan dana dihentikan tetapi dana terus mengalir dari seluruh dunia. Dana pun telah tersedia dan para dokter sudah ada untuk mengobati Yu Yuan. Satu demi satu gerbang kesulitan pengobatan juga telah dilewati. Semua orang menunggu hari suksesnya Yu Yuan.
Ada seorang teman di e-mail bahkan menulis: "Yu Yuan anakku yang tercinta, saya mengharapkan kesembuhanmu dan keluar dari rumah sakit. Saya mendoakanmu cepat kembali ke sekolah. Saya mendambakanmu bisa tumbuh besar dan sehat. Yu Yuan anakku tercinta."
Pada tanggal 21 Juni, Yu Yuan yang telah melepaskan pengobatan dan menunggu kematian akhirnya dibawa kembali ke ibu kota. Dana yang sudah terkumpul, membuat jiwa yang lemah ini memiliki harapan dan alasan untuk terus bertahan hidup. Yu Yuan akhirnya menerima pengobatan dan dia sangat menderita di dalam sebuah pintu kaca tempat dia berobat. Yu Yuan kemudian berbaring di ranjang untuk diinfus. Ketegaran anak kecil ini membuat semua orang kagum padanya. Dokter yang menangani dia, Shii Min berkata, dalam perjalanan proses terapi akan mendatangkan mual yang sangat hebat. Pada permulaan terapi, Yu Yuan sering sekali muntah. Tetapi Yu Yuan tidak pernah mengeluh. Pada saat pertama kali melakukan pemeriksaan sumsum tulang belakang, jarum suntik ditusukkan dari depan dadanya, tetapi Yu Yuan tidak menangis dan juga tidak berteriak, bahkan tidak meneteskan air mata. Yu Yuan yang dari lahir sampai maut menjemput tidak pernah mendapat kasih sayang seorang ibu. Pada saat dokter Shii Min menawarkan Yu Yuan untuk menjadi anak perermpuannya, air mata Yu Yuan pun mengalir tak terbendung.
Hari kedua saat dokter Shii Min datang, Yu Yuan dengan malu-malu memanggil dengan sebutan Shii Mama. Pertama kalinya mendengar suara itu, Shii Min kaget, dan kemudian dengan tersenyum dan menjawab, "Anak yang baik". Semua orang mendambakan sebuah keajaiban dan menunggu momen di mana Yu Yuan hidup dan sembuh kembali. Banyak masyarakat datang untuk menjenguk Yu Yuan dan banyak orang menanyakan kabar Yu Yuan dari email. Selama dua bulan Yu Yuan melakukan terapi dan telah berjuang menerobos sembilan pintu maut. Pernah mengalami pendarahan di pencernaan dan selalu selamat dari bencana. Sampai akhirnya darah putih dari tubuh Yu Yuan sudah bisa terkontrol. Semua orang-orang pun menunggu kabar baik dari kesembuhan Yu Yuan.
Tetapi efek samping yang dikeluarkan oleh obat-obat terapi sangatlah menakutkan, apalagi dibandingkan dengan anak-anak leukemia yang lain. Fisik Yu Yuan jauh sangat lemah. Setelah melewati operasi tersebut, fisik Yu Yuan semakin lemah.
Pada tanggal 20 Agustus, Yu Yuan bertanya kepada wartawan Fu Yuan: "Tante, kenapa mereka mau menyumbang dana untuk saya? Tanya Yu Yuan kepada wartawan tersebut. Wartawan tersebut menjawab, "karena mereka semua adalah orang yang baik hati". Yu Yuan kemudia berkata : "Tante, saya juga mau menjadi orang yang baik hati". Wartawan itupun menjawab, "Kamu memang orang yang baik. Orang baik harus saling membantu agar bisa berubah menjadi semakin baik". Yu Yuan dari bawah bantal tidurnya mengambil sebuah buku, dan diberikan kepada ke Fu Yuan. "Tante, ini adalah surat wasiat saya."
Fu Yuan kaget, sekali membuka dan melihat surat tersebut, ternyata Yu Yuan telah mengatur tentang pengaturan pemakamannya sendiri. Ini adalah seorang anak yang berumur delapan tahun yang sedang menghadapi sebuah kematian dan di atas ranjang menulis tiga halaman surat wasiat dan dibagi menjadi enam bagian, dengan pembukaan, tante Fu Yuan, dan diakhiri dengan selamat tinggal tante Fu Yuan.
Dalam satu artikel itu, nama Fu Yuan muncul tujuh kali dan masih ada sembilan sebutan singkat tante wartawan. Di belakang ada enam belas sebutan dan ini adalah kata setelah Yu Yuan meninggal. Tolong,....... Dan dia juga ingin menyatakan terima kasih serta selamat tinggal kepada orang- orang yang selama ini telah memperhatikan dia lewat surat kabar. "Sampai jumpa tante, kita berjumpa lagi dalam mimpi. Tolong jaga papa saya. Dan sedikit dari dana pengobatan ini bisa dibagikan kepada sekolah saya. Dan katakan ini juga pada pemimpin palang merah, setelah saya meninggal, biaya pengobatan itu dibagikan kepada orang-orang yang sakit seperti saya. Biar mereka lekas sembuh". Surat wasiat ini membuat Fu Yuan tidak bisa menahan tangis yang membasahi pipinya.
Aku pernah datang dan aku sangat patuh, demikianlah kata-kata yang keluar dari bibir Yu Yuan. Pada tanggal 22 Agustus, karena pendarahan di pencernaan hampir satu bulan, Yu Yuan tidak bisa makan dan hanya bisa mengandalkan infus untuk bertahan hidup. Mula-mulanya berusaha mencuri makan, Yu Yuan mengambil mie instant dan memakannya. Hal ini membuat pendarahan di pencernaan Yu Yuan semakin parah. Dokter dan perawat pun secepatnya memberikan pertolongan darurat dan memberi infus dan transfer darah setelah melihat pendarahan Yu Yuan yang sangat hebat. Dokter dan para perawat pun ikut menangis. Semua orang ingin membantu meringankan penderitaannya, tetapi tetap tidak bisa membantunya. Yu Yuan yang telah menderita karena penyakit tersebut akhirnya meninggal dengan tenang. Semua orang tidak bisa menerima kenyataan ini melihat malaikat kecil yang cantik yang suci bagaikan air sungguh telah pergi ke dunia lain.
Di kecamatan She Chuan, sebuah email pun dipenuhi tangisan menghantar kepergian Yu Yuan. Banyak yang mengirimkan ucapan turut berduka cita dengan karangan bunga yang ditumupuk setinggi gunung. Ada seorang pemuda berkata dengan pelan "Anak kecil, kamu sebenarnya adalah malaikat kecil di atas langit, kepakkanlah kedua sayapmu. Terbanglah..............." demikian kata-kata dari seorang pemuda tersebut.
Pada tanggal 26 Agustus, pemakaman Yu Yuan dilaksanakan saat hujan gerimis. Di depan rumah duka, banyak orang-orang berdiri dan menangis mengantar kepergian Yu Yuan. Mereka adalah papa mama Yu Yuan yang tidak dikenal oleh Yu Yuan semasa hidupnya. Demi Yu Yuan yang menderita karena leukemia dan melepaskan pengobatan demi orang lain, maka datanglah papa mama dari berbagai daerah yang diam-diam mengantarkan
kepergian Yu Yuan.
Di depan kuburannya terdapat selembar foto Yu Yuan yang sedang tertawa. Di atas batu nisannya tertulis, "Aku pernah datang dan aku sangat patuh" (30 Nov 1996 - 22 Agustus 2005). Dan di belakangnya terukir perjalanan singkat riwayat hidup Yu Yuan. Dua kalimat terakhir adalah di saat dia masih hidup telah menerima kehangatan dari dunia. Beristirahatlah gadis kecilku, nirwana akan menjadi lebih ceria dengan adanya dirimu.
Sesuai pesan dari Yu Yuan, sisa dana 540.000 dolar tersebut disumbangkan kepada anak-anak penderita luekimia lainnya. Tujuh anak yang menerima bantuan dana Yu Yuan itu adalah : Shii Li, Huang Zhi Qiang, Liu Ling Lu, Zhang Yu Jie, Gao Jian, Wang Jie. Tujuh anak kecil yang kasihan ini semua berasal dari keluarga tidak mampu. Mereka adalah anak-anak miskin yang berjuang melawan kematian.
Pada tanggal 24 September, anak pertama yang menerima bantuan dari Yu Yuan di rumah sakit Hua Xi berhasil melakukan operasi. Senyuman yang mengambang pun terlukis diraut wajah anak tersebut. "Saya telah menerima bantuan dari kehidupan Anda, terima kasih adik Yu Yuan kamu pasti sedang melihat kami di atas sana. Jangan risau, kelak di batu nisan, kami juga akan mengukirnya dengan kata-kata "Aku pernah datang dan aku sangat patuh".
... baca selengkapnya di Cerita Motivasi dan Inspirasi Nomor 1
Langganan:
Postingan (Atom)